“Kepada semua yang mendambakan kebangkitan Islam yang benar dan menghadapkan wajahnya ke arah langit dengan bersimpuh memohon kepada Allah Swt. agar dapat menyaksikannya.”Kepada merekalah buku ini dipersembahkan. Jadi memang buku ini bukan sekadar hanya untuk dijadikan sebuah rekreasi intelektual. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ust. Asep Sobari, Lc, penerjemah buku ini (ke dalam Bahasa Indonesia),“Buku ini adalah buku serius, untuk orang-orang yang serius.”'Apa yang menarik buku ini ialah mengenai testimonial kejayaan Salahuddin merampas Baitul Maqdis bermula dengan pengaruh Imam Al Ghazali, yang hidup sebelum itu lagi.
Imam Al Ghazali, Hujjatul Islam, telah membina satu kerangka pemikiran yang harmoni, berpandukan epistemologi ilmu yang jernih dari agama, melahirkan gagasan Islah yang meresap pemikiran generasi selepas itu.
Hampir 2-3 generasi selepas Al Ghazali, kemudian disambut oleh Sheikh Qadir Al Jailani, yang menubuhkan madrasah penting, yang melahirkan ramai alumni Madrasah Al-Ghazali. Kemudian mereka ini yang menduduki kerusi penting dalam pentadbiran negara, mufti agama, panglima tentera dan guru agama. Sheikh Nuruddin Al Zanki, khalifah yang ada ketika itu terkenal dengan sikap zuhud dan alimnya, telah membuka jalan kepada kelahiran Salahuddin Al Ayubi yang memimpin tentera umat Islam yang akhirnya berjaya merampas Baitul Maqdis.
Ramai yang mungkin melihat sosok Salahuddin dan Al Ghazali secara keperibadiannya, dan tidak nampak kaitan antara dua tokoh ini. Buku Dr Majid adalah testimonial yang relevan untuk kita kaji dan ambil iktibar. Testimonial ini dapat menyingkirkan sindrom menunggu 'hero' yang akan menyelamatkan umat Islam, tatkala diserang pelbagai penjuru hari ini. Apabila cara kesinambungan legasi Al Ghazali membina generasi Salahuddin dapat diambil iktibar, sebenarnya kita boleh terlibat sekali dalam proses islah tersebut, tidak semestinya menunggu dengan hampa siapa yang menyelamatkan umat Islam.'
Ringkasan Buku Generasi Salahudin, oleh Abah Akmal
Dr. Majid Irsan Kaylani dalam buku beliau "Hakadha Zahara Jailu Salahu Al-Din Wa Hakadha 'Adat al-Quds" (2000, IIIT) yang diterjemahkan oleh ABIM dan Thinker's Library (2009) berjudul Kebangkitan Generasi Salahuddin dan Kembalinya Al-Aqsa ke Pangkuan Islam amat baik ditelusuri.Buku setebal 433 muka surat ini dibahagikan kepada enam bab utama.Bab Pertama mengangkat tema pola pemikiran umat Islam sebelum serangan tentera salib;Bab Kedua membincang pengaruh kegiatan intelektual dalam masyarakat Islam;Bab Tiga mengetengahkan awal gerakan Islah dalam dunia Islam;Bab Empat membincang sekitar penyebaran gerakan Islah di dunia Islam;Bab Lima menilai kesan dan pengaruh gerakan Islah;dan Bab Enam merupakan rumusan-rumusan penting.Sekali imbas, tajuk buku ini tidak memberi gambaran struktur cakupan tema yang dibincang. Tema-tema yang diutarakan dalam setiap bab agar meluas. Mungkin tidak keterlaluan jika dikatakan bahawa buku ini merupakan suatu himpunan makalah yang cukup sarat. Saya yakin, jika buku ini sekadar bacaan santai, ia bukan suatu pilihan yang tepat namun jika dijadikan teks perbincangan dan kupasan, ia mempunyai nilai tersendiri. Kata-kata penghantar Dr. Thaha Jabir al-Ulwani amat baik untuk dicermati dalam buku ini. Saya tertarik tentang konsep Mahdi yang beliau bentangkan. Beliau mengajak umat Islam untuk tidak berserah nasib dan menanti Imam Mahdi untuk menyelamatkan umat ini. Menurut beliau dalam hadith RasuluLlah saw yang lain ada menyebut "Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya". Hadith ini memberi isyarat bahawa setiap diri-diri orang Islam punya potensi untuk memimpin, menyumbang dalam konteks dan ruang lingkup persekitaran masing-masing. Dr. Thaha menambah dalam sejarah umat ini telah lahir mujadid dan pembaharu gerak kerja umat. Dan ianya akan berterusan.Salahuddin Al-Ayubbi dan generasi yang seangkatannya yang mengembalikan Palestin ke tangan orang Islam bukan lahir secara tiba-tiba tetapi sistem, gerakan dan institusi ummah pada waktu itu telah menyumbang secara senergi, integral dan kolektif. Jadi buku ini bukan membicarakan tokoh berkenaan tetapi melihat peranan-peranan di sebalik tabir atau designernya.
Shalahudin dan kemenangan perang salib merupakan bagian sejarah yang penting untuk dikaji. Namun kajian-kajian terhadap sejarah kemenangan perang salib ini, menurut Majid Irsan Al Kailani, seringkali sekedar menonjolkan aspek figuritas atau heroisme militer untuk memahaminya. Pendekatan seperti ini memiliki kelemahan. Setidaknya model pendekatan seperti ini akan menjauhkan perhatian dari penyakit utama yang ada dalam tubuh umat yang menciptakan mentalitas layak terbelakang dan kalah (al qabiliyah li at takhalluf wal hazimah). Pemahaman yang menonjolkan aksi individu juga bisa menjauhkan umat dari peran yang harus mereka ambil, mengandalkan atau menunggu-nunggu munculnya figur pemimpin untuk menyelesaikan masalah.
Studi yang dilakukan oleh Majid Irsan Al Kailani dalam Hakadza Zhahara Jilu Shaluddin Wa Hakadza ‘Adat Al Quds memberikan kita perspektif bagaimana perubahan sosial (atau rekonstruksi sosial) selama lima puluh tahun (jarak antara jatuhnya Al Quds ke tangan tentara Salib Eropa hingga kembali ke tangan Umat Islam) memberikan andil besar dalam melahirkan generasi Shalahudin. Shalahudin adalah wakil utama generasi hasil pendidikan atau gerakan reformasi (ishlah) sebelumnya.
Filsafat SejarahMajid Irsan Al Kailani menyandarkan penelitiannya pada filsafat sejarah berikut. Filsafat sejarah ini, hemat saya, merupakan filsafat sejarah Bennabi-an (filsafat sejarah berdasarkan pandangan-pandangan yang awal sekali dikemukakan oleh Bennabi).
- Sebuah masyarakat terdiri dari tiga elemen utama; pemikiran (afkar), individu manusia (asykhas) dan benda atau materi (asy-ya’). Masyarakat mengalami kesehatan jika individu dan materi berporos pada pemikiran yang benar.
- Matarantai kepelakuan manusia bermula dari niat, pemikiran dan kemauan yang kemudian menjelma menjadi perilaku praktis. Sehingga munculnya fenomena sosial berawal dari muatan-muatan pemikiran yang kemudian melahirkan tujuan, disusul kemauan yang kemudian melahirkan perilaku praktis.
- Perubahan sosial memiliki pola. Pola perubahan itu bermula dari perubahan yang ada pada diri manusia disusul perubahan pada bidang sosial, ekonomi, politik, militer dst, Muatan yang ada pada diri manusia meliputi pemikiran, nilai, budaya, kebiasaan dan tradisi. Perubahan pada diri (baik menuju keadaan lebih baik dan buruk) untuk efektif berlaku secara kolektif. Sejarah perubahan diri ini dapat dilacak pada keterkaitan perubahan pendidikan (pemikiran) dan fenomena-fenomena sosial yang mengikutinya. Dalam praktek strategi perubahan yang dilakukan bergantung dengan unsur keikhlasan dan ketepatan (strategi).
Pola Pemikiran Umat Menjelang Serangan Kaum SalibBerdasarkan filsafat sejarah di atas, Majid Irsan, merekonstruksi kondisi atau pola pemikiran yang berkembang pada masyarakat muslim menjelang serangan kaum Salib. Hal pertama yang menjadi catatannya adalah terjadinya perpecahan pemikiran islam dalam tubuh umat. Fenomena ini bisa dideskripsikan pada munculnya mazhabisme (komunalisme pemikiran atau pemikiran partisan) yang berselisih secara hebat kala itu, dalam aspek aqidah maupun cabang fiqh. Perselisihan mazhab anarkis ini berdampak pada pola pemikiran yang dibentuk atas umat, rusaknya tujuan pendidikan, serta perpecahan dan anarkisme sosial-politik. Selanjutnya pola pemikiran tasawuf dan filsafat yang menyimpang juga memberikan andil besar dalam memformat pola pemikiran umat ketika itu. Iklim pemikiran seperti ini kemudian menjadikan institusi-institusi pemikiran Islam mengalami kejumudan dan menyimpang dari misinya untuk mengarahkan umat.Dampak Sosial Politik Pola Pemikiran Umat Menjelang Serangan Kaum SalibPola pemikiran di atas kemudian memberi dampak pada fenomena sosial umat. Rusaknya aspek ekonomi, karena tidak terformat secara tepat oleh pemikiran, dalam bentuk kemewahan sebagian kalangan konglomerat dan penguasa yang amat kontras dengan kemiskinan banyak rakyat, inflasi yang tinggi. Fenomena kelaparan menjadi gejala yang banyak terjadi kala itu. Anarkisme sosial karena perselisihan antar mazhab muncul dalam bentuk kekerasan-kekerasan yang muncul. Demikian pula aspek politik umat. Tidak banyak tokoh yang memiliki kelaikan untuk menjadi pemimpin umat kala itu. Perpecahan, perseteruan dan kudeta politik merupakan fenomena.Dalam kondisi seperti ini serangan kaum Salib datang. Secara internal (pemikiran, sosial, politik, ekonomi dan militer) umat tidak memiliki kesiapan. Tidak ada pertolongan yang bisa diberikan untuk umat di sekitar Al Quds ketika itu.
Gerakan Ishlah (Reformasi)Usaha untuk melakukan reformasi di tubuh umat pasca serangan tentara Salib berusaha dilakukan oleh beberapa tokoh melalui jalur politik, seperti yang dilakukan oleh Nizham Al Muluk. Tetapi efektifitasnya tidak berjalan.Fase PertamaGerakan ishlah (reformasi) selanjutnya, yang dipelopori oleh Imam Ghazali, menggunakan metode al insihab wal ‘audah untuk melakukan rekonstruksi umat. Metodologi ini dilakukan melalui mundur dari lingkungan sosial politik yang penuh syubuhat, memfokuskan pada upaya membenahi diri untuk mengevaluasi dan memperbarui pemikiran, dan kemudian kembali (al a’udah) ke tengah masyarakat dan memulai proses ishlah.
Gerakan Imam Ghazali ini tidak menyentuh secara langsung jihad untuk membebaskan Al Quds, tetapi lebih ditekankan pada kritik diri untuk mengatasi kondisi kelayakan untuk kalah dari tubuh umat dengan melakukan rekonstruksi pemikiran sebagai langkah awalnya. Selanjutnya Imam Ghazali melakukan kritik sosial atas umat; mulai dari ulama-ulamanya, pemimpin-pemimpin sosial politiknya hingga masyarakat pada umumnya. Imam Ghazali juga mendirikan madrasah untuk mendidik kader-kader umat masa depan, dengan pola pemikiran yang baru.
Fase KeduaPada fase kedua ini pengaruh Imam Ghazali diteruskan oleh Syaikh Abdul Qadir Al Jilani dengan madrasah dan gerakan reformasinya. Aspek yang ditekankan sama seperti yang ditekankan oleh Imam Ghazali, dengan modifikasi strategi tertentu. Fase kedua reformasi ini persebaran madrasah islah menjadi kian masif dan distributif. Madrasah pusat (seperti madrasah Abdul Qadir Al Jilani) menjadi pusat pendidikan utama (kaderisasi), madrasah model ini tersebar di banyak kota-kota besar dunia Islam timur ketika itu. Sedangkan madrasah-madrasah yang terletak di daerah pedesaan berfungsi untuk membimbing umat.Dampak ReformasiKetika Nurudin Zanki dan Shalahudin Al Ayyubi melakukan reformasi sosial politik ketika itu banyak alumni-alumni madrasah di atas yang mengisi banyak posisi penting. Para ulama (cendekiawan) bergabung dalam institusi politik dan militer. Masyarakat juga sudah memiliki kesiapan untuk menerima reformasi itu. Rekonstruksi sosial-ekonomi-politik kemudian menjadi mudah untuk dilakukan. Puncaknya adalah pada jihad militer untuk mengembalikan Al Quds ke pangkuan umat dengan keberhasilan yang spektakuler.
Catatan Rujukan
Menurut saya pemikiran filsafat sejarah yang mempengaruhi metodologi penulisan buku Dr. Majid Irsan Al Kailani ini bisa dilacak sampai ke Malik Bennabi [dan atau Jaudat Said] . Walaupun dalam daftar referensi di buku ini buku-buku Bennabi tidak disebutkan. Nama Bennabi muncul sekali ketika membahas gerakan reformasi Imam Ghazali ketika Dr. Kailani mengutip konsep Bennabi mengenai qabiliyah lil isti’mar (kelayakan untuk dijajah).
Edisi bahasa arab buku ini juga diterbitkan oleh IIIT, Virginia, USA. 1995.
Berkaitan buku ini, lagi:
Salam... saya rasa berminat untuk mendapatkan buku misteri masa kelam islam. agaknya di gramedia ada ke ya? tk.
BalasPadamWa'alaikumussalam wr wb,
BalasPadammaaf, saya tak tahu sebab saya tak pernah ke sana lagi.
Alhamdulillah saya telah ketemu buku ini di MPH.
http://www.mphonline.com/books/nsearch.aspx?do=detail&pcode=9789676903006